Senin, 22 April 2013

SKP. " tak asing buat anak FK ? "

Postingan kali ini terinspirasi dari salah satu kegiatan besar Kementrian PENDPRO BEM FK UNHALU  yaitu SENSORIUM 2013 " SEminar kesehataN naSional, try Out & seminaR ukdI dan pembentkkan ikatan alUMni.

Saat melakukan konsultasi kepada dosen-dosen senior mengenai kegiatan SEMINAR KESEHATAN NASIONAL, saya sempat bingung mendengar beberapa istilah yang cukup asing. "Sertifikat dari kegiatan ini memiliki nilai SKP", begitu mereka menyampaikan .
Nah, apa hubungan SKP dengan kegiatan ini ? 

sumber ;  http://kastil.blogspot.com/2008/04/skp-siapkah-kita.html

Istilah SKP mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, teman-teman mahasiswa FK. Tetapi apakah kita sebenarnya sudah benar-benar mengerti mengenai SKP tersebut? 
Sebenarnya apa itu SKP? SKP, atau Satuan Kredit Partisipasi, secara singkatnya mungkin bisa dikatakan sebagai semacam ‘poin’ yang dikumpulkan untuk mendapatkan Sertifikat Kompetensi dari IDI. 

Lalu apa pentingnya Sertifikat Kompetensi ini? Untuk lebih jelasnya, coba kita lihat dulu Undang-undang yang mendasarinya yaitu, Undang-undang Praktik Kedokteran. Dalam UUPK ini terdapat pembahasan mengenai status SIP (Surat Ijin Praktek), STR (Surat Tanda Registrasi), dan juga SKP.

Dalam UUPK No.29/04 disebutkan bahwa untuk mendapatkan SIP, dokter harus memenuhi syarat sebagai berikut : mempunyai STR, mempunyai tempat praktik, dan mempunyai Surat Rekomendasi dari Organisasi Profesi (IDI).

Sedangkan untuk mendapatkan STR (masih dalam UUPK No.29/04; vide ayat3), dokter harus memenuhi syarat: memiliki ijazah dokter, mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dokter, memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, memiliki Sertifikat Kompetensi, dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Peran SKP sendiri tersirat dalam pasal 51 UUPK No.29/04 poin e, yang berbunyi, “..dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi.”

Terdengar rumit, ya? Singkatnya seperti ini, agar seorang dokter bisa memperoleh ijin praktek, ia harus memiliki salah satunya STR. Sementara untuk mendapatkan STR ini, salah satu syaratnya adalah memiliki Sertifikat Kompetensi. Sebagaimana sudah disinggung di atas, Sertifikat Kompetensi ini dikeluarkan oleh IDI setelah seorang dokter berhasil memenuhi SKP tertentu. Bagaimana cara mengumpulkan SKP? Salah satunya, SKP dapat dikumpulkan melalui pelatihan-pelatihan dan kegiatan ilmiah seperti symposium dan kongres-kongres kedokteran.

Wah, sulit juga ya menjadi seorang dokter. Apa sih sebenarnya tujuan diberlakukan sistem seperti ini? Dengan adanya SKP, diharapkan akan lahir generasi dokter-dokter yang melakukan “long-life learning” sehingga kompetensi dokter semakin tinggi, malpraktik dapat diminimalisasi, dan kepercayaan masyarakat terhadap profesi kedokteran kembali membaik. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar